Oleh: Rahmawati Rahayu
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mendefinisikan bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Tercatat sepanjang tahun 2018, Indonesia banyak mengalami bencana yang disebabkan oleh faktor alam. Mulai dari tsunami di wilayah Sulawesi Tengah, Banten, dan Lampung, erupsi Gunung Anak Krakatau, hingga tanah longsor di Sukabumi, Jawa Barat. Mengutip dari laman resmi Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB), tercatat hingga November 2018 telah terjadi 2.308 kejadian bencana yang menyebabkan 4.201 orang meninggal dunia dan hilang. Sementara 9.883.780 lainnya terdampak dan mengungsi akibat bencana alam tersebut. Selain itu, bencana alam juga telah mengakibatkan 371.625 rumah mengalami kerusakan.
Lalu, faktor apa saja yang menyebabkan wilayah di Indonesia rawan mengalami bencana alam?
Berdasarkan letak geografis, Indonesia berada dalam kawasan Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) yang merupakan istilah untuk menyebut wilayah yang sering terjadi gempa bumi dan letusan gunung berapi aktif. Cincin Api Pasifik memiliki 452 gunung berapi dan merupakan rumah bagi lebih dari 75% gunung berapi aktif dan tidak aktif di dunia. Terkadang disebut circum-Pacific belt atau circum-Pacific seismic belt.
Antar lempeng di kawasan Cincin Api akan berubah posisi dan ukuran dengan kecepatan 1-10 cm per tahun. Jika terjadi desakan antar lempeng secara horizontal, maka akan terjadi gempa bumi. Namun apabila terjadi desakan antar lempeng secara vertikal, maka akan terjadi letusan gunung berapi. Aktivitas magmatik ini berpotensi menyebabkan gempa bumi. Ketika lempeng bumi bergerak dapat terjadi tiga kemungkinan: lempeng-lempeng bergerak saling menjauhi sehingga memberikan ruang untuk dasar laut yang baru, lempeng saling bertumbukan yang menyebabkan salah satu lempeng terdesak kebawah dari lempeng yang lain, atau tepian lempeng meluncur tanpa pergesekan yang berarti.
Selain itu, wilayah Indonesia juga terletak pada sabuk Alphine (Alphine Belt) yang mana sekitar 17% dari gempa bumi terbesar atau sekitar 5-6% gempa bumi yang terjadi di dunia berada pada kawasan sabuk Alphine. Titik pertemuan tiga lempeng bumi juga menjadi salah satu penyebab seringnya terjadi bencana alam, khususnya gempa bumi. Lembaran bumi yang mengelilingi Indonesia adalah lempeng Pasifik, Eurasia, dan Indo-Australia. Wilayah Indonesia sangat kaya akan sebaran patahan aktif atau sesar aktif. Ada lebih dari 200 patahan yang sudah terpetakan dengan baik dan masih banyak yang belum terpetakan, sehingga tidak heran jika wilayah Indonesia bisa mengalami 10 kali gempa dalam sehari. Pergerakan lempeng yang saling mendekati akan menyebabkan tumbukan (subduksi), yang mana salah satu dari lempeng akan menunjam ke bawah yang lain. Daerah penunjaman membentuk suatu palung yang dalam, yang biasanya merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Di belakang jalur penunjaman akan terbentuk rangkaian kegiatan magmatik dan gunung api serta berbagai cekungan pengendapan.
Ketika suatu wilayah menyimpan potensi bencana besar, maka upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan mencari tahu tingkat risiko yang dapat ditoleransi. Menurut Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Abdul Kamarzuki, bahwa ada tiga hal pokok dalam kebijakan dasar mitigasi bencana di kawasan yang memiliki kerawanan tinggi. Pertama adalah relokasi atau penghindaran. Namun opsi ini dipilih setelah melalui kajian terhadap tingkat risiko. Apabila tingkat risiko bencana pada suatu wilayah masih dapat ditoleransi, maka struktur konstruksi di tempat tersebut dapat dibangun dengan beberapa syarat. Tetapi jika tingkat bahaya sudah tidak dapat ditoleransi, maka opsi relokasi dipilih untuk menghindarkan masyarakat dari bahaya. Kedua adalah proteksi melalui sistem infrastruktur mitigasi bencana, serta adaptasi melalui peraturan zonasi atau persyaratan membangun di kawasan bencana. Lalu yang terakhir adalah persiapan sistem evakuasi yang efektif serta efisien seperti jalur dan tempat evakuasi.
Berdasarkan tiga hal pokok tersebut, maka perlu dilakukan penanggulangan bencana alam agar dapat meminimalkan dampak akibat bencana. Secara umum, penanggulangan bencana alam dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni pencegahan sebelum bencana, penanggulangan saat bencana, dan sesudah terjadinya bencana. Berikut adalah uraian lengkapnya.
Sebelum Bencana
Terdapat dua hal yang harus dilakukan sebelum terjadi bencana (pra-bencana), yakni kesiapsiagaan dan mitigasi. Kesiapsiagaan terdiri dari kegiatan membuat sistem peringatan dini, menyusun cara pemeliharaan logistik, dan melakukan pelatihan terhadap personil tim penyelamat. Selain itu, perlu juga dilakukan perencanaan tentang rute evakuasi, serta langkah-langkah dalam proses pencarian dan penyelamatan korban bencana. Semua kegiatan tersebut dilakukan sebelum terjadi bencana dengan tujuan untuk mengurangi timbulnya korban jiwa dan kerusakan saat bencana.
Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam mitigasi adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk menurunkan skala bencana yang diprediksi terjadi di masa yang akan datang. Kegiatan mitigasi ini memfokuskan pada bahaya atau ancaman bencana itu sendiri. Misalnya, membangun rumah yang tahan terhadap guncangan gempa dan membuat sistem pengairan di daerah yang sering dilanda bencana kekeringan.
Saat Bencana
Saat terjadinya bencana alam, ada serangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh tim penyelamat. Serangkaian kegiatan tersebut meliputi menyelamatankan dan mengevakuasi korban serta harta bendanya (termasuk hewan ternak/peliharaan), memenuhi kebutuhan dasar korban bencana, memberikan perlindungan, pengurusan pengungsi, serta menyelamatkan dan memperbaiki prasarana.
Setelah Bencana
Fase setelah terjadinya bencana (pasca-bencana) merupakan waktu yang perlu diperhatikan, karena bencana menimbulkan dampak setelahnya. Secara umum, kegiatan pasca bencana dapat dibedakan menjadi dua, yakni rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi merupakan usaha untuk memperbaiki dan memulihkan semua bidang pelayanan publik, sehingga dapat digunakan atau berfungsi kembali. Bidang pelayanan publik yang harus diperbaiki meliputi semua hal, mulai dari bidang pemerintahan di daerah bencana sampai kehidupan masyarakatnya.
Selanjutnya yakni rekonstruksi. Rekonstruksi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membangun kembali semua sarana dan prasarana, serta kelembagaan di daerah yang terkena bencana. Rekonstruksi dilakukan mulai dari tingkat pemerintahan sampai masyarakat umum. Sasaran utama dari kegiatan rekonstruksi yakni bertumbuh dan berkembangnya aktivitas ekonomi, sosial dan budaya, tegaknya ketertiban dan hukum yang berlaku, serta bangkitnya keterlibatan
Jadi, perlu dilakukan suatu usaha untuk mengantisipasi bencana yang datang karena berdoa saja tidak akan cukup. Dalam Islam pula mengajarkan setiap umatnya untuk berusaha (ikhtiar) terlebih dahulu, kemudian barulah berdoa agar segala usaha yang telah dilakukan dapat memberikan hasil sesuai harapan. Apabila suatu bencana tidak dapat dihindari, setidaknya korban dan kerusakannya dapat diminimalkan.
Referensi
TribunNews. 2018. Kaleidoskop 2018: Bencana Alam di Indonesia Sepanjang 2018, Tsunami 2 Kali Hingga Banyak Gempa Bumi. http://www.tribunnews.com/section/2018/12/24/kaleidoskop-2018-bencana-alam-di-indonesia-sepanjang-2018-tsunami-2-kali-hingga-banyak-gempa-bumi (diakses pada hari Rabu, 23 Januari 2019 pukul 19.06 WIB)
BNPB. 2017. Definisi dan Jenis Bencana. https://www.bnpb.go.id/home/definisi (diakses pada hari Rabu, 23 Januari 2019 pukul 19.10 WIB)
Tiara, Rizki A. 2018. 7 Faktor Alam yang Menyebabkan Indonesia Rawan Terjadi Gempa Bumi. http://travel.tribunnews.com/2018/10/11/7-faktor-alam-yang-menyebabkan-indonesia-rawan-terjadi-gempa-bumi (diakses pada hari Rabu, 30 Januari 2019 pukul 16.50 WIB)
Kaskus. 2014. Mengenal Lebih Dalam Tentang Ring of Fire: Kenapa Banyak Bencana Alam di Indonesia. https://www.kaskus.co.id/thread/532a5b89bfcb170d118b4712/mengenal-lebih-dalam-tentang-ring-of-fire-kenapa-banyak-bencana-alam-di-indonesia/ (diakses pada hari Rabu, 30 Januari 2019 pukul 17.07 WIB)
TribunKaltim. 2018. Berada di Pertemuan 3 Lempeng Utama Dunia, Seberapa Besar Potensi Bencana Gempa di Indonesia?. http://kaltim.tribunnews.com/2018/08/07/berada-di-pertemuan-3-lempeng-utama-dunia-seberapa-besar-potensi-bencana-gempa-di-indonesia (diakses pada hari Rabu, 30 Januari 2019 pukul 17.40 WIB)
Pramudiana, Hana. 2011. Keberadaan dan Pengaruh Lempeng Tektonik di Indonesia. http://hanageoedu.blogspot.com/2011/12/keberadaan-dan-pengaruh-lempeng.html (diakses pada hari Rabu, 30 Januari 2019 pukul 19.38 WIB)
Haryanti, Rosiana. 2018. Tiga Hal Harus Dilakukan di Daerah Rawan Bencana. https://properti.kompas.com/read/2018/10/09/210847521/tiga-hal-harus-dilakukan-di-daerah-rawan-bencana (diakses pada hari Rabu, 30 Januari 2019 pukul 19.44 WIB)
Citra. 2017. Penanggulangan Bencana Alam di Indonesia. https://ilmugeografi.com/bencana-alam/penanggulangan-bencana-alam (diakses pada hari Kamis, 31 Januari 2019 pukul 11.11 WIB)
Penulis : Rahmawati Rahayu
Editor : Danang Nizar
*karya ini merupakan salah satu tulisan yang masuk dalam kegiatan IYDRR bertajuk #CerdasBencana